Kasus HIV/AIDS, Bali Tembus Lima Besar
Keganasan virus HIV/AIDS kian merajalela. Satu persatu korban dibuat meregang nyawa oleh “monster” menakutkan ini. Tidak terkecuali di Bali. Pulau Dewata yang menjadi destinasi pariwisata nasional ini ikut digerogoti virus HIV/AIDS...
Keganasan virus HIV/AIDS kian merajalela. Satu persatu korban dibuat meregang nyawa oleh “monster” menakutkan ini. Tidak terkecuali di Bali. Pulau Dewata yang menjadi destinasi pariwisata nasional ini ikut digerogoti virus HIV/AIDS. Data terbaru menyebutkan, Bali masuk peringkat lima, kasus HIV/AIDS tertinggi di Indonesia, di bawah Papua dan DKI Jakarta, yang memegang peringkat satu dan dua.
Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Klungkung, dr RA Herman Hartanto mengatakan, dalam rentang waktu 23 tahun terakhir ini, tercatat lebih dari tiga ribu orang meninggal gara-gara HIV/AIDS di Bali. Bahkan, kasus terbaru terjadi di RS Sanglah. Dalam bulan Oktober 2010 ini saja, tiga nyawa melayang akibat keganasan virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh pada manusia ini. “Kebanyakan, para ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS) baru memeriksakan diri ketika sudah dalam kondisi kritis,” papar dr Herman, yang tim SMAR’T temui di kantor KPA Klungkung, belum lama ini.
Lelaki asal Sidoarjo, Jawa Timur ini menambahkan, banyak faktor penyebab lambatnya penanganan ODHA. Salah satunya adalah rasa minder dan malu dari ODHA itu sendiri. “Saya banyak menangani pasien ODHA, rata-rata datang sudah dalam kondisi parah, tinggal tulang terbungkus kulit saja. Paling banter mereka hanya mampu bertahan tiga hari,” papar dr Herman.
Dilain pihak, pergeseran prilaku pergaulan bebas dan maraknya tempat prostitusi juga memicu tingginya kasus HIV/AIDS. Dokter Herman menambahkan, saat ini penularan virus HIV/AIDS sudah mengalami pergeseran tren. Dari yang sebelumnya karena jarum suntik, kini lebih didominasi oleh hubungan seks, baik heterosex maupun homosex. “Mulai tahun 2006 ada pergeseran tren, hubungan seks lebih mendominasi penularan HIV/AIDS,” tandasnya.
Meski sejauh ini HIV/AIDS belum ditemukan obatnya. Namun, kata dr Herman, jika dilakukan perawatan sejak dini, maka ODHA dapat hidup normal, layaknya orang sehat. “Semua orang pasti akan mati, tapi jika ODHA mendapat perawatan sejak dini, dia bisa menjalani hari-hari secara normal,” tambahnya.
Lantas, sejauh mana upaya KPA menekan kasus HIV/AIDS? Ditanya demikian, dokter yang resmi pensiun dari Dinas Kesehatan Kabupaten Klungkung tahun 2008 ini mengatakan, beragam upaya telah dilakukan KPA. Diantaranya dengan mendirikan klinik voluntary conseling test (VCT). Sebagai tempat perawatan dan konseling ODHA. Sayangnya, hanya segelintir orang yang mau terbuka dan bersedia memeriksakan diri di klinik VCT ini. “Banyak orang yang malu untuk datang ke klinik VCT. Padahal, kami telah menjamin kerahasiaan identitas mereka,” jelas dr Herman.
Selain mendirikan klinik VCT, KPA juga gencar melakukan sosialisasi. Baik di lingkungan masyarakat maupun tempat prostitusi, yang notabene “sarang” HIV/AIDS. Termasuk pula menyasar kalangan generasi muda di lingkungan sekolah. Yakni membentuk Kelompok Siswa Peduli AIDS dan Narkoba (KSPAN), Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR) dan komunitas Kita Sayang Remaja (KISARA). (erna)